“Pantai mah
kidulan, bermain lagi kesini lain kali ya Nak!” begitulah ucap Bapak penjaga
penginapan tempat mahasiswa Geografi UPI melaksanakan praktikum sebelum kami
berangkat pulang kembali menuju Kota Kembang. Disebut kidulan mungkin karena
cerita sang Ratu Pantai Selatan yang telah melegenda di sepanjang selatan Pulau
Jawa, tetapi aku sendiri belum mengerti maksud perkataan beliau tersebut.
Mungkin ada hubungannya dengan syuting film itu? Atau dengan kelima mahasiswa
yang masih belum ditemukan itu? Entahlah. Yang pasti itu adalah Pantai Selatan!
***
Perjalanan
kali ini aku bersama adik angkatan Geografi, amanah sebagai asisten dosen
mengharuskan aku mengikuti perjalanan ini. Perjalanan Bandung-Garut termasuk
perjalanan panjang, sebelumnya keadaan masih baik-baik saja, namun setelah
masuk ke rute istimewa baru beberapa mahasiswa yang se-bus bersama akuharus
merasakan sensasi mabuk darat.
Malam hari
baru kami tiba di tujuan. Basecampnya
terletak tepat di pinggiran pantai.Esok paginya baru mulai menikmati indahnya
tempat penginapan kami. Pagi itu,fajar juga menyingsing dari pantai sebelah
timur. Fajar muncul dari riak ombak itu sangat menggoda, jongkok di antara
padang lamun dan terumbu karang, mencium segarnya aroma lautan dan merasakan
sensasi hempasan butiran air dari sang ombak.
Teknis
praktikumnya, mahasiswa disebar ke beberapa plot sesuai dengan, aku sendiri
masuk ke plot bagian barat. Dengan menggunakan pick-up, kami melewati jalan yang rusak parah. Daribasecamp Desa Cijambe menuju plot di
Desa Karangwangi memakan waktu 2 jam lebih. Sepanjang perjalanan Pak Gungun
yang menjadi supir, banyak bercerita mengenai tempat yang kami lewati.
Diceritakan
mulai dari pantai yang merupakan tempat penginapan kami yaitu Pantai Cikelet,
kemudian ada Pantai Keputihan yang ada di Desa Cigadog, tak jauh dari jembatan
Cicalengka ada Pantai Karangsari yang mempunyai gua, selanjutnya Pantai
Cijayana, Pantai Cicalobak yang sudah dilengkapi dengan fasilitas wisata begitu
juga dengan Pantai Puncak Guha dan Pantai Rancabuaya. Pantai Karangsari, salah
satu pantai yang ada guanya diberi nama Guha
Mekmek disebut demikian karena pintu guanya dikatakan mirip dengan alat
vital wanita. Gua tersebut pernah beberapa kali dijadikan tempat syuting film,
dan juga reality show sebut saja
Dunia Lain. Dijadikan tempat syuting, karena diyakini tempat tersebut terkesan
mistis dan memang ada ‘penghuni’nya.
Pembicaraan
dengan beliau masih berlanjut, sampai 5 tiang tinggiyang berdiri di sisi tebing
itu dilewati, ada sebuah tugu berupa nisan di tengahnya. Diceritakan, bahwa
tempat tersebut dijadikan sebagai tugu mahasiswa yang hilang. Dari 9 kawanan
dalam 1 kelompok, 5 diantaranya hilang tidak tahu entah dimana. Kejadian
tersebut berlangsung sekitar 4 bulan yang lalu. Kesan ‘kidulan’ semakin
tersirat dari cerita beliau.
Selagi mereka
praktikum, aku langsung menuju salah satu pantai. Pantai Ranca Buaya-lah yang
akhirnya aku kunjungi karena itu yang terdekat. Perahu nelayan berbaris rapi di
pinggir pantai, saung-saung kecil berdiri menghadap laut, pohon palem dan
kelapa berdiri tegak hingga miring, meneduhkan saung. Sementara pasir tertutupi
oleh tumbuhan yang menyebar menjalar. Ciri khas Pantai Ranca Buaya ini adalah
karang-karangnya yang bentuknya beranekaragam dan unik. Salah satunya ada yang
dinamakan batu jamur, karena bentuknya, itu dikarenakan pengikisan oleh ombak terhadap
dinding batu tersebut sehingga membentuk jamur.
Selang
beberapa jam, pengambilan data ke lapangan telah selesai.
Segera kami menjemput untuk segera pulang ke basecamp. Tetapi, sebelum kami langsung terjun pulang, Pak Gungun
mengajak kami terlebih dahulu untuk bermain ke pantai lainnya. Adalah gapura
bertuliskan “Selamat Datang di Tempat Wisata Puncak Guha” dengan siluet
kelelawar di sebelahnya.
Kami melewati
gapura itu, dan terhamparlah padang rumput yang hijau di hadapan kami, lengkap
dengan kambing-kerbau yang sedang bersantai diatasnya. Sesampainya ke dalam,
kita disajikan pemandangan yang luar biasa indah. Ceritanya kita sedang berada
di tempat yang tinggi, ada padang rumput di sebelah Utara, kemudian menghadap
ke Timur ada jajaran pantai dihiasi ombak yang saling berkejaran, ke arah
Selatan adalah Samudera Hindia, dan diujung tebing itu ada saung kecil yang
membuat tempat ini semakin menarik. Tapi aku sendiri masih bingung kenapa ini
dinamakan Pantai Puncak Guha, sebelum kemudian Pak Gungun yang ngomong, “Neng,
ka handap neng, aya guha (Neng, ke bawah neng, ada gua).”
Langsung saja
aku bersama teman-teman lainnya ke bawah, ke arah yang ditunjuk oleh beliau,
dan Wah! Karena tenaga ombak yang sangat kuat, pengikisan itu membuat lubang
besar dan pengikisan yang menghantam bagian yang lemah kemudian mengalami
runtuhan, tebentuklah lubang alami itu. Ternyata guanya hanya merupakan sebuah
lubang vertikal kira-kira berdiameter 5 meter sedalam
, ketika menilik, kita dapat
melihat langsung hempasan ombak yang menerobos hingga ke dalam gua. Selain itu,
ada banyak lalay, yaitu kelelawar
kecil yang beratraksi di dalam gua yang menyisakan bau guano yang menusuk. Ingin rasanya melakukan rappeling(teknik turun
tali) disitu. Edisi kidulan hari ini selesai.

Esoknya, kita
mulai bersiap-siap menyapa Pantai Selatan lainnya. Akhirnya kami tiba di Pantai
Santolo. Disebut Pantai Santolo karena adanya pulau yang ada di seberang
daratan. Hanya perlu membayar Rp. 2.000,- untuk sampai ke pulau itu dengan
menggunakan perahu nelayan karena jaraknya yang dekat. Sekat kecil antara
daratan dan pulau tersebut diisi dengan barisan perahu nelayan, dan ada
gundukan-gundukan batu yang digunakan sebagai pemecah ombak memanjang disitu.
Setelah melewati warung-warung kecil baru kami sampai di pantai luas dengan
matahari yang terik. Keadaan pantai yang ramai pengunjung membuat kami ingin
segera bermain di air itu. Pantai Santolo tak seperti pantai lainnya di Garut
Selatan, boleh dibilang ini sudah cukup terkenal, sehingga ramai dengan
pedagang dan juga pengunjung, selain itu disini dapat menikmati wahana salah
satunya banana boat.
Selesai dari
Pantai Santolo, Pantai Karang Paranye menunggu. Sedikit cerita mengenai Pantai
Karang Paranye. Pak Gungun mengatakan bahwa dulunya pernah dilakukan ritual Pantai
Selatan di Karang Paranye, ritual semacam memberi persembahan ke tengah laut
itu ternyata pernah diadakan disini. Bisa dibilang kalau di pantai ini lebih
kuat kesan penguasa Pantai Selatan-nya.
Di Pantai
Karang Paranye kita diberikan pemandangan lain, yaitu ombak yang benar-benar
tinggi dan kuat yang menghempas karang besar, lagi-lagi, disini ada saung kecil
yang berdiri diatas karang besar, sementara para pemancing duduk tersebar di
atas karang-karang itu. Setelah dari situ, kami lanjut ke Pantai Sayang
Heulang.
Itulah
pantai-pantai yang menghias Garut Selatan, dan masih banyak lagi, yang pastinya
masih melekat kuat bersama Ratu Selatan sang penguasa Pantai Selatan dengan
segala keindahannya.
***
Sun rise di Pantai Cikelet |
Pemancing di Pantai Karang Paranye |
Pantai Karang Paranye |
Pantai Ranca Buaya |
Pantai Sayang Heulang |
Gua di Pantai Puncak Guha |
Pantai Cikelet |
Ombak Pantai Santolo |
biota laut |
Karang di Pantai Ranca Buaya |
Ber-banana boat di Pantai Santolo |
Pantai Puncak Guha |
Deskripsi yang sangat menarik ...
BalasHapusTerimakasih.. walaupun banyak yang harus diperbaiki sebenarnya dari cara penulisannya :D
Hapus