Ikan, mau sembunyi kemana?

Terumbu karang seakan menari, ikan terbawa arus tenang, indah sekali di dalam laut.

Senja Karimunjawa

Dari dermaga, puas melihat senja. Dari dermaga juga terlihat perahu berlalu-lalang.

Langit Jayagiri

Duduk di bumi perkemahan Jayagiri ditemani bintang yang terlihat malu-malu, dan cahaya lampu bumi Lembang.

Milky Way

Kumpulan jutaan bintang yang membentuk lintasan susu, Milky Way.

Indonesia itu Negara Kepulauan

Menuju pulau indah, bersih dan ramah.

Minggu, 18 Januari 2015

MENIKMATI TANPA KONSERVASI ADALAH MENUNGGU UNTUK MATI

Sudah bukan hal baru lagi tentang keberagaman dan keindahan bentang alam Indonesia. Dari gunung, dataran, laut hingga di bawah permukaan bumi, Indonesia banyak menyimpan keindahan. Maka, tak jarang Indonesia dipilih sebagai tempat untuk beristirahat sejenak, memulihkan lagi tenaga dan mengobati kelelahan pikiran dengan dimanjakan oleh alamnya yang indah.
Walaupun tidak tercatat sebagai negara dengan pengunjung wisatawan tertinggi, namun kerusakan dan pencemaran yang terjadi di tempat-tempat wisata di Indonesia akibat wisatawan yang berkunjung tergolong tinggi.
Sampai kapan kita akan menikmati edelweiss di ketinggian gunung?
Sampai kapan kita akan menikmati hijaunya gunung?
Sampai kapan kita akan menikmati ornamen gua di bawah tanah?
Sampai kapan kita akan menikmati pemandangan biru laut?
Sampai kapan kita akan berenang bersama ikan badut dan koral cantik di dasar laut?
Benar, hanya waktu yang bisa menjawab. Namun, prediksi bisa saja berlaku ketika mereka yang bangga dengan sebutan pendaki gunung membawa kecantikan abadi dari puncak. Maka, bisa dipastikan Edelweiss tidak perlu waktu yang lama untuk hilang karena di beberapa tempat keberadaannya kini sudah tergolong punah. Janganlah merasa bangga apabila mengoleksi keindahan yang hanya tumbuh di dataran tinggi tersebut terkurung di dalam ruanganmu. Biarlah dia tetap disana, biarlah dia tetap menjadi pelipur lara bagi lelah pendaki yang berjalan letih menuju puncak. Biarlah Edelweiss tetap ada, hingga anak cucu juga dapat menikmatinya dan tidak bingung seperti apa rupanya.
Ketika membawa bekas makanan menjadi beban, maka pilihannya adalah membuang sampah sembarangan. Mungkin, bukan menjadi masalah besar apabila membuangnya masih di tempat yang gampang dijangkaunya. Namun, ketika sampah yang dibuang dan kemudian menumpuk di ketinggian gunung, siapa yang mau membawanya turun? Dibakar akan menimbulkan masalah lain.
Itulah yang menjadi masalah besar di gunung-gunung Indonesia. Tampaknya, para pendaki lebih senang membawa bungkus bersama rotinya daripada membawa bungkus roti yang kosong. Padahal jelas lebih berat membawa serta rotinya. Perlu kesadaran dari diri sendiri untuk tidak membuang sampah di gunung.
Adalah hubungan sinkron ketika semakin terkenalnya suatu gunung, maka semakin banyak pengunjungnya, dan semakin banyak pula sampah yang menggunung disitu. Baru kemudian sadar apabila yang dikunjungi sudah bukan rupa gunung hijau lagi melainkan gunung sampah.  Selain sampah bekas makanan ternyata sampah kotoran manusia yang dimasukkan ke dalam botol atau plastik juga manjamur di gunung. Merupakan hal yang salah apabila kencing ke dalam botol terus membuangnya, ketahuilah bahwa alam dapat menguraikan kotoran, jadi membuang kotoran langsung ke tanah bukan merupakan masalah besar. Namun, ketika air kencing dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat, bagaimana alam dapat menguraikannya? Siapa pula yang hendak membuka tutup botol bekas kencing?
Konservasi atau menggali untuk bertahan hidup? Ini yang sangat sulit ketika dihadapkan pada sebuah pilihan. Bentang alam karst yang menyimpan keindahan di dalam gua, menjadi pekerjaan yang sulit untuk dijaga ketika setiap bongkahannya itu diberi harga. Kawasan karst di Padalarang, Jawa Barat kini mencapai klimaksnya. Ketika truk-truk besar pengangkut batu granit beraksi, ketika kuli-kuli penggali butuh sesuap nasi, saat itu tidak ada istilah konservasi. Bukit kapur yang dulu pernah dikunjungi pun kini rata dengan tanah. Pemanfaatan lah yang harus di ganti. Ketika kawasan karst dijadikan sebagai tempat wisata, dan warga bisa bekerja, maka niat menggali pun bisa disingkirkan.
Indonesia terkenal sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Masyarakat luar pun banyak berkunjung ke Indonesia hanya untuk berjemur di pantai yang bersih, hanya untuk berenang di laut yang biru. Namun, ketika itu sudah tak didapat lagi? Siapa lagi yang mau melihat pantai?
Limbah akan tetap menjadi limbah apabila berujung ke laut. Limbah yang akan membuat laut biru menjadi menghitam. Limbah tak harus dibuang, diolah kemudian dimanfaatkan menjadi sesuatu yang lain akan lebih berguna dan tetap mempunyai arti ekonomis. Hindari pembunuhan lebih banyak lagi biota laut, hindari penggunaan bahan beracun untuk menangkap sumber laut, hindari pembuangan limbah ke laut.
Hal yang miris terlihat ketika mengunjungi salah satu pulau di Indonesia. Pulau biru tersebut sangat terkenal keindahan bawah lautnya. Karena keindahannya, orang berbondong-bondong untuk datang melihatnya. Namun, kedatangan yang sangat diharapkan oleh para masyarakat dan pengelola wisata ternyata memberi dampak buruk terhadap biotanya. Demi mempunyai foto dalam laut bersama ikan-ikan yang cantik, karang pun menjadi korbannya. Tidak sedikit karang yang mati terinjak karena pengunjung yang tidak bisa berenang maka memilih memijak karang saja. Biota yang tinggal di karang tersebut pun pasti pindah sehingga tak ada lagi keindahan sebuah karang nantinya.
Menikmati tanpa konservasi  adalah menunggu edellweiss tidak ada lagi, menunggu gunung tak hijau lagi, menunggu gua hancur menjadi bongkahan batu, menunggu laut tak biru lagi, menunggu ikan tak ada lagi. Ya, menunggu alam untuk mati.

Dampak-dampak di atas bisa kita hindari apabila kita segera sadar dan segera melakukan hal yang seharusnya kita lakukan, seperti melindungi dan menjaga kelestarian alam. Lakukan kegiatan konservasi dimulai dari diri sendiri dan dukung kegiatan konservasi dalam The Nature Conservancy Program Indonesia. Semoga kelestarian Indonesia tetap terjaga. Salam hijau!

KALIMANTAN : BERWISATA DI TAMAN KANAK KANAK

WELCOME TO THE JUNGLE
                Dari atas sini, terlihat speed boat yang melaju di tengah-tengah sungai di antara hutan belantara yang disebut sebagai amazonnya Indonesia. Bentangan alam berupa hutan dan lekukan sungai yang menyerupai ular raksasa yang membelit hampir di sepanjang pulau tersebut memberikan pesona tersendiri bagi penikmatnya. Kawasan pemukiman yang kecil membuatnya seakan-akan dibentengi oleh hutan dan ular-ular raksasa tersebut.
speed boat dan hutan tropis

Monumen Palagan Sambi, Bukti Penerjunan Pertama Pasukan AURI
Perjalanan saya dari Bandara Soekarno-Hatta memakan waktu 1jam 15mnt untuk sampai ke Bandar Udara Iskandar di Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Pangkalan Bun merupakan Ibukota dari Kabupaten Kotawaringin Barat. Liburan kali ini mencoba menjelajah ke luar Pulau Jawa, walaupun sebenarnya masih banyak dan beragam tempat wisata yang ada di pulau tersebut. Setibanya di Bandar Udara Iskandar, perbedaan drastis saya temui dari kegiatan-kegiatan di tempat ini yang sangat berbeda dengan tempat yang saya tinggalkan tadi. Jalan raya yang sepi dan cukup lebar menuju rumah saudara yang saya tuju membuat perjalanan hanya memakan waktu 10menit dengan jarak tempuh sekitar 3km.
Bandar Udara Iskandar, Pangkalan Bun

Pangkalan Bun selain terkenal dengan tanaman sawit yang mengelilinginya, kota tersebut terkenal dengan beberapa tempat bersejarah. Monumen Palagan Sambi salah satunya. Pangkalan Bun merupakan tempat penerjunan  pertama Pasukan Angkatan Udara Indonesia (AURI). Penerjunan tersebut dilakukan pada masa revolusi Indonesia melawan Belanda yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 1947 di Desa Sambi Kecamatan Arut Utara. Untuk mengabadikan momen tersebut maka dibuatlah tugu dengan pesawat terbang C4 Dakota RI-002 yang ditopang oleh tiang penyangga beton di lapangan seluas 120m, tugu terseut diresmikan pada 18 Desember 1998. Sementara itu, dibelakang tugu tersebut pula diukir nama-nama pejuang yang melakukan penerjunan pada waktu itu. Selain memuat tugu, setiap tanggal 17 Oktober diperingati sebagai hari KOPASSANDA dimana Pasukan Payung diterjunkan  di lapangan tersebut.  Namun karena diburu waktu, saya tidak sempat menungjungi tempat tersebut.
Bersama paman dan sepupu, kami berangkat menuju Pasar Baru. Di pasar, saya sibuk untuk mencari perhiasan gelang, kalung atau accesoris lainnya yang merupakan khas daerah ini biasanya terbuat dari batu, kayu dan jalinan manik-manik. 
Batu Belaman, menjadi tujuan kami selanjutnya. Waterboom yang sebagian kecil masih dalam tahap pembangunan, kami datangi. Wahana air berupa perosotan, air mancur, kolam renang, ember besar yang menumpahkan air, dll. menjadi tempat hiburan kami.

Pangkalan Bun hingga Kabupaten Lamandau
Setelah dua hari berada di Kota Pangkalan Bun, kami berangkat menuju Kabupaten Lamandau yang berada sekitar 95km dari terminal Pangkalan Bun. Tarif Rp. 50.000,- menggunakan bus tipe lama berukuran 3/4 dengan lama perjalanan 3jam akhirnya saya beserta paman serta anak-istrinya sampai di tempat tujuan yaitu kawasan hutan sawit yang dikelola oleh perusahaan swasta. Jalan perusahaan sangat berbeda dengan jalan negara, jalan perusahaan masihlah berupa jalanan yang ditimbun dengan tanah merah dengan gundukan tanah disana-sini, lubang menganga di sepanjang jalan, pasir, kerikil bahkan batu sekepalan tangan banyak berserakan di jalan, debu yang mengganggu penglihatan dan pernafasan dan menjadi jalur yang sangat berbahaya apabila ditempuh dalam keadaan hujan. Karena kondisi yang demikian, maka sudah pasti ban kendaraan bermotor siap diganti lebih sering daripada dengan kendaraan bermotor yang sering dipakai dijalan beraspal saja.

Kalimantan, daratan tua dengan Gunung Api Purba
Sebelumnya dalam perjalanan, saya melihat bukit-bukit dengan batu-batu besar yang terlihat seperti batuan beku di atas bukit tersebut. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa di Kalimantan dulunya ada gunung api, tetapi telah berumur tersier (2juta tahun yang lalu bahkan lebih), maka itu cukup menjelaskan keberadaan batu-batuan besar tersebut.
bukit dan batu-batu besar

Gunung api berumur tersier, maka dapat dikatakan bahwa daratan Kalimantan termsuk daratan yang tua. Di Kalimantan Barat, batuan gunung api mulai dari umur Trias sampai dengan Plio-Plistosen. Batuan gunung api dari umur Trias sampai dengan Paleogen secara bentang alam sudah tidak memberikan kenampakan adanya bentuk kerucut gunung api purba. Hal itu dikarenakan adanya deformasi tektonik dan erosi yang sangat lanjut. (Buku Geologi Gunung Api Purba : 139)
Gunung api yang telah berumur tersier tersebut sudah lama tidak aktif, sehingga disebut dengan gunung api purba. Fenomena tersebut menjelaskan pula mengapa daratan Kalimantan aman dari gangguan aktivitas magma yang menghantui hampir seluruh wilayah Indonesia.

Kabupaten Lamandau
Tiba di tempat tujuan, seakan turut menyambut kedatangan saya, nyamuk berpesta pora dengan memberikan salam yang menyakitkan dan membuat kulit gatal. Begitu tiba, saya langsung bergegas dan banyak menghabiskan waktu bermain di luar. Menyusuri setapak demi setapak perkampungan yang sepi, cara saya menikmati liburan ini. Terlebih ketika pencarian batu kecubung dimulai, dengan berbekal alat penggali tanah yang kecil menyerupai miniatur cangkul sepanjang 15cm, saya dan sepupu saya mulai mencari-cari dimana keberadaan batu tersebut dan saya mendapat beberapa batu-batu kecubung atau kristal kuarsa mulai dari yang bening, berwarna putih susu hingga hampir menghitam seluruhnya.
Batu kuarsa berasal dari batu pasir yang berubah karena suhu dan tekanan yang tinggi dan terbentuk dalam kurun waktu yang lama. Batu kuarsa paling murni adalah batu kuarsa yang jernih tidak berwarna, transparan dan kadang agak putih susu. Pencarian batu ini sendiri sudah lama saya rencanakan, karena tanah gambut di kalimantan yang asam sehingga menghasilkan batu kristal yang jelas berbeda dari batu-batu di pulau lainnya di Indonesia. Daratan yang berumur tersier ini menghasilkan batuan-batuan yang berumur lebih dari jutaan tahun, kini sedikit dari batu-batu tersebut tersimpan dalam kantongku.
kristal kuarsa alias batu kecubung

Rutinitas selain bersepeda mengelilingi kampung tersebut, bermain badminton dengan sepupu di halaman rumah, bermain voli dengan tetangga-tetangga, memupuki sawit, mengambil jambu biji, mengumpulkan telur semut angrang yang disebut kroto untuk pakan burung dan pada malamnya berburu bulan serta memainkan rasi bintang di kaki langit adalah cara asyik menikmati liburan.

Seminggu Mengajar di Kabupaten Lamandau
Besok paginya, rutinitas lain menghampiri saya. Ternyata tenaga pendidik masih sangat dibutuhkan di Pulau Kalimantan ini. Ketika saya sedang mengantarkan sepupu untuk belajar di TK yang tidak jauh dari tempat tinggal saya pada saat itu. Ketika itu saya melihat keadaan Sekolah Taman Kanak-Kanak yang sangat berbeda dari TK pada umumnya.
TK itu hanya terdiri dari satu ruangan, namun diberi sekat berupa papan triplek untuk  memisahkan kelas nol kecil dan nol besar. Untuk standar TK yang notabene disebut sebagai Taman Bermain, TK ini masih sangat jauh dari bagaimana gambaran dan kenyataan TK yang seperti biasanya.
palu dan plat besi sebagai bel di sekolah

Palu dan plat besi dikeluarkan oleh Ibu Guru dan kemudian menghasilkan bunyi yang cukup dikenal anak-anak tersebut sebagai sinyal agar dimulainya pelajaran. Sedikit terkejut juga, alat berat semacam itu digunakan sebagai media di sekolah. Orangtua murid dengan sekenanya keluar masuk ruangan, ada anak yang kebetulan baru pindahan selalu didampingi oleh ibunya, ada anak yang sibuk menikmati es panjang di kedua tangannya, ada anak yang sibuk keluar masuk kelas, ada anak yang naik turun dari kursi ke meja, dan sebagiannya masih bisa mengendalikan dirinya sendiri untuk belajar sendiri.
Setelah sekitar 10menit saya tidak melihat adanya kedatangan Guru TK Nol Kecil, selama 5menit saya melihat Guru TK Nol Besar sibuk bolak-balik masuk ruangan nol kecil, kemudian kembali lagi ke nol besar. Sedikit tergerak melihat keadaan tersebut, saya memutuskan untuk menawarkan bantuan kepada Ibu Guru yang sedang riweuh. Yang saya ingat dari jawaban beliau tanpa pikir panjang adalah “Ya, ya, silahkan mbak!” dengan pikiran yang terbagi-bagi.
batas kelas Nol besar dan Nol kecil

Tidak sempat melakukan perkenalan, hanya melanjutkan apa yang sedang ditugaskan beliau kepada para murid. Saya ternyata belum siap untuk melakukan pengajaran di ruangan itu, suara saya tidak cukup kuat untuk melampaui suara anak-anak di kelas saya, suara anak-anak dari kelas sebelah dan suara Ibu Santi sendiri. “Mba Guru, tadi bilangnya apa?”, sahut salah satu anak bernama Jamal yang tadinya sedang ribut berdua dengan saudaranya Jamil. Terpaksa saya harus mendatangi satu persatu murid dan agak sulit juga karena dalam satu bangku panjang ada lima murid, yang sebagian masih bermain. Salah satu anak yang saya datangi dan coba mengajarkan bagaimana bentuk angka 2, untuk memegang alat tulisnya juga si anak keberatan “moh! (dalam bahasa Jawa, yang artinya tidak mau!)” sahutnya dengan suara lantang dan  meletakkan kembali alat tulisnya dan kembali menghabiskan jelly beku di tangannya.
Kelas Nol Kecil

Setengah jam kemudian Ibu Santi menyuruh agar membubarkan kelas karena waktunya istirahat. Di sela-sela istirahat, ketika bermain dengan anak-anak ternyata Ibu Winda sudah datang setelah menyelesaikan urusannya dan sekarang siap untuk membunyikan alat pemungkas tersebut. Ucapan termakasih dari beliau karena sudah turut membantu pada jam pertama tadi, dan pada jam kedua saya juga masih bisa bekerjasama dengan beliau.
Dalam percakapan kepada kedua Guru, ternyata Ibu Winda masihlah seorang honorer sejak 7 tahun yang lalu telah mengabdi di sekolah ini dikarenakan hanya lulusan SMP. “Ya, ngga apa-apa mba, kita dipake syukur, ya ngga di pake juga ngga apa-apa,”sahut Ibu Winda ketika saya menanyakan bagaimana jika Guru yang sarjana akan ditempatkan disini nantinya.
Begitu seterusnya saya lakukan rutinitas sebagai Mba Guru kepada adik-adik saya yang pintar dan cerdas. Ketika sebelumnya mereka belum tau cara minta maaf dan memaafkan teman, ketika sebelumnya mereka belum diajarkan cara menarik untuk diam yaitu melakukan tepuk diam, ketika sebelumnya mereka masih terlalu malu untuk bercerita kedepan kelas, ketika sebelumnya mereka terlalu segan untuk mengucapkan terimakasih. Terimakasih Tuhan, karena engkau menuntunku kesini. Semoga mereka menjadi generasi bangsa yang berbakti kepada bangsa dan negaranya.
Generasi bangsa dari Lamandau

Bapak Tukang Parkir yang menjadi Tukang Ojek
Selama 7 hari di Kabupaten Lamandau, saya harus kembali lagi ke Pangkalan Bun untuk mempersiapkan kepulangan saya ke Jakarta. Sebelum saya berangkat besoknya, saya memutuskan untuk melakukan perjalanan sendiri ke tempat-tempat wisata di Pangkalan Bun. Walaupun sengatan matahari yang menjadi-jadi sepanjang perjalanan saya, tak mengurungkan niat saya untuk menjelajah keeksotisan alam pulau yang berada di garis terdekat dengan garis khatulistiwa. Walaupun bentangan alamnya yang tidak beragam, yaitu dataran rendah hampir di sepanjang pulau, pulau ini menawarkan wisata alam yang beda dengan pulau-pulau di Indonesia pada umumnya yang mempunyai pesona akan kemegahan gunungnya. Di Kota Pangkalan Bun itu sendiri terdapat wisata yang berbasis ilmu pengetahuan dan sejarah.
Perjalanan saya dapat dibilang cukup nekat. Setelah tiba di terminal Pangkalan Bun, saya langsung masuk ke penginapan di sekitar terminal itu. Dengan membayar Rp.70.000,- saya dapat tidur semalam di ruangan 2x3m yang mempunyai fasilitas kasur dan kursi. Saya masuk sebentar dan meninggalkan koper saya di dalamnya. Menggandeng tas kecil dengan keperluan seadanya, saya memutuskan untuk menikmati Pangkalan Bun seorang diri. Dimulai dari naik angkot di terminal, saya kemudian sampai di Pasar dengan membayar Rp.5.000,- padahal itu tidak terlalu jauh. Kalau dibandingkan, lebih jauh Ledeng-Stasiun yang hanya membayar Rp.3.000,- tapi itu di Bandung.
Setibanya di pasar yang sama dengan sebelumnya saya pergi dengan paman dan sepupu, saya langsung pergi ke belakang pasar, melihat seperti apa rupa Sungai Arut Selatan. Setelahnya, saya pergi ke pangkalan ojek. Kepada bapak yang sedang mengenakan seragam oranye terang itu, saya menanyakan dimana tukang ojeknya. Tidak menjawab pertanyaan saya, malah memberi pertanyaan balik kepada saya, “Mau kemana, dek?” sambil menanggalkan rompi oranye-nya yang bertuliskan Petugas Parkir.
Sedikit kaget, tetapi saya menjawab saja, “Mau ke Pasir Panjang, Pak. Ke Rumah Betang, berapa?”
“Ayo saja dek, naik.” Balas si bapak sembari memberi helm yang baru saja dipinjam dari teman disebelahnya kepada saya.
Langsung saja saya naik. Di perjalanan baru kami mulai banyak bercerita. Saya yang awalnya hanya ingin ke Pasir Panjang, jadi mempunyai daftar tujuan lainnya yaitu Istana Kuning, Pantai Kubu dan Tanjung Keluang. Itu semua karena Bapak Arunsyah, seorang penduduk Kalimantan Tengah keturunan Melayu. Sebelum mengantarkan ke tujuan utama yaitu Pasir Panjang, beliau mengantarkan terlebih dahulu ke Istana Kuning, agar tidak bolak-balik lagi karena letaknya yang paling dekat adalah Istana Kuning. Langsung saja saya menyepakatinya.
Selamat Datang di Istana Kuning

Istana Kuning dan Lilitan Kelapa pada Beringin hingga Penyu di Tanjung Keluang
Sebelum masuk ke Istana Kuning, kita terlebih dahulu menghubungi salah satu pemandu wisatanya yang nama-namanya dicantumkan di satu kertas dan dipajang di gerbang masuk. Pak Arun menawarkan agar menghubungi nama kedua yaitu Pak Bahransyah yang merupakan sanak saudaranya. Sekitar 15menit menunggu di depan Istana Kuning dengan pagar terkunci, Pak Bahran datang dengan tergesa-gesa.
“Maaf, dek. Baru selesai mandi. Hehe.” Ucap Beliau.
Ucapan tidak enak hati karena sedang mengganggu rutinitas beliau yang kemudian saya sampaikan. Kemudian langsung saja beliau membuka pintu gerbang berupa pagar kayu yang diikat dengan rantai tersebut.
Kotawaringin merupakan nama yang disebutkan dalam Hikayat Banjar dan Kakawin Negarakretagama, sering pula disebut Kuta-Ringin, yang dalam bahasa Jawa, Ringin berarti Beringin.
Adalah Istana Kuning yang berada di Kotawaringin Barat, yang merupakan tahta kerajaan melayu sejak 300 tahun yang silam. Istana Kuning dengan pemimpin pertamanya adalah Pangeran Dipati Anta-Kasuma sampai pemimpin terakhir saat ini adalah Pangeran Ratu Alidin Sukma Alam. Kerajaan Kotaawringin Barat merupakan pecahan Kesultanan Banjar pada masa Sultan Banjar IV Mustainbillah yang diberikan kepada puteranya yang kedua yaitu Pangeran Dipati Anta-Kasuma, sedangkan puteranya yang pertama melanjutkan kepemimpinan sang ayah di Kesultanan Banjar.
Istana Indra Sari Bukit Indra Kencana yang dikenal Istana Kuning terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan yang paling kiri apabila kita menghadap ke Istana Kuning merupakan balai atau aula Istana. Dari aula istana langsung terhubung ke ruangan utama kerajaan, tempat singgasana raja. Selain kursi singgasana raja, di dalamnya terdapat lukisan raja-raja sejak dahulu selain itu, ada kereta kencana, guci-guci antik, senjata perang berupa keris dan ada juga bazoka, serta alat musik khas melayu. Dari pintu kanan, terhubung lagi ke ruangan yang digunakan sebagai sholat berjamaah pada dulunya, dan di luar tampak halaman samping serta kolam ikan dan juga dapur masaknya. Istana ini merupakan bangunan yang masih baru, karena istana sebelumnya itu ternyata ludes dilahap api akibat tingkah laku orang gila di tempat tersebut. Kebakaran tersebut hanya menyisakan tiang bendera yang  berumur 300 tahun persis di depan istana.
Ternyata di depan istana bukan hanya tiang tua yang berdiri. Tepat disebelahnya ada hal unik lain yang sangat sayang untuk dilewatkan. Itu adalah pohon yang terdiri dari dua jenis tanaman. Dijelaskan Pak Bahran bahwa itu adalah pohon kelapa dan beringin yang telah menyatu. Biasanya apabila dalam suatu lahan ada dua bibit tanaman yang berdekatan, maka salah satunya harus mati karena tidak kuat bertahan karena adanya variasi genetik. Tetapi, itu tidak berlaku disini. Di belakang jeruji besi kecil yang melindunginya itu, ibarat saudara kembar, pohon tersebut berdiri angkuh. Sang nyiur masih melambaikan nyiurnya sebagai dahan tertinggi dan sang akar gantung membelit erat batang kelapa seakan tak mau dipisahkan.
Kelapa dan Beringin

Lengkaplah misteri dan keunikan di dalam Lancang Kuning ini. Kepedulian Pak Bahransyah sebagai keturunan Melayu bersama rekan-rekannya yang lain sebagai pemandu wisata dan perawat istana tanpa meminta balasan dari para wisatawan adalah hal yang sangat mulia. Memupuk kecintaan terhadap warisan leluhur telah ditanamkannya sejak dini. Dongeng kerajaan pun tetap dilestarikannya, dibagikannya kepada orang asing yang tertarik melihat sisa Kerajaan Melayu di Tanah Dayak ini.
Perjalanan harus kami lanjutkan lagi agar tidak kesorean untuk tiba di tempat selanjutnya. Ucapan terimakasih dan pamit kepada Pak Bahran mengantarkan kepergian saya, sementara sebagai saudara Pak Bahransyah dan Pak Arunsyah berpelukan kecil di depan gerbang. Pak Arun sudah siap dengan Supra yang terlihat kecil dari badannya yang terbilang besar, kami melanjutkan kembali perjalanan.
Kali ini ke Rumah Betang. Rumah Suku Dayak, suku asli Kalimantan yang ada di Pasir Panjang. Hanya sekitar 15menit dari istana, kami telah tiba di depan rumah adat itu. Hanya ada satu rumah adat yang berdiri disitu, di tengah-tengah halaman luas. Gerbang besinya tidak dikunci, langsung saja saya naik ke tangga menuju pintu Rumah Betang. Pintunya dikunci, sehingga tidak dapat melihat bagaimana rupa di dalamnya. Biasanya itu ada yang menjaganya dan memang ini terbuka untuk umum, di dalamnya kita bisa melihat peralatan Suku Dayak Bajo. Tetapi karena penjaganya tidak ada, hanya sebentar kami disitu. Selanjutnya bergegas ke Pantai Kubu.
Rumah Betang

Kita sampai di Pantai Kubu pada pukul 13.14, setelah satu jam perjalanan dari Rumah Betang. Patung-patung semen replika hewan-hewan laut berjajar dari gerbang masuk. Tidak banyak orang yang mandi, hanya beberapa anak-anak muda mungkin karena sedang pasang. Yang lainnya memilih duduk di pondokan-pondokan kecil , berkaraoke-ria di suatu tempat makan, anak-anak sedang bermain pasir, semuanya sambil menikmati angin segar.
Air lautnya tidak biru atau jernih. Kuning keruh. Itulah warnanya. Dikatakan oleh penduduk karena di tengah laut sana sudah lama ada penggalian bijih besi, sejak itulah kesedihan menghampiri Sang Kubu. Tetapi itu tidak membuat pengunjung berkecil hati, menikmati anginnya dan bermain di pantai mungkin sudah cukup. Atau menyeberang sebentar untuk melihat penangkaran penyu!
Penyu. Menjadi sasaran empuk saya kali ini. Dari pondok tadi, saya ijin sebentar ke Pak Arun, berjalan untuk mencari perahu yang sedang bertengger yang mau mengantarkan saya menyeberang menuju Tanjung Keluang. Seharusnya saya bayar Rp.15.000,- untuk menyeberang bolak-balik Pantai Kubu-Tanjung Keluang. Tetapi karena saat itu saya cuma sendiri, dan tidak ada orang lain yang ingin menyeberang terpaksa saya menyetujui tarif dari beliau sebesar Rp.50.000,- .
Sekitar 20menit kemudian, melewati laut yang berombak dengan angin yang kencang, saya tiba di tujuan. Ketika ingin berfoto di pinggir pantai. Seorang pemuda menawarkan diri agar menjepret saya dengan kamera yang saya berikan. Setelah bercakap-cakap baru saya tahu kalau dia adaalah seorang tourist guide dan saat ini dia sedang bertugas, hanya para turis sedang bermain entah kemana. Dia pun menawarkan diri agar menjadi free guide, tentu saja saya langsung setuju apalagi bisa menjadi tukang foto sekalian.
Selamat Datang di Tanjung Keluang!

Melihat penyu, melepaskan ke laut, menyusuri pantai, kini saya harus bergegas pulang. Kembali saya ke perahu yang tadi hanya kali ini tidak sendiri, banyak penumpang lain yang perahunya belum datang menjemput kini nebeng ke perahu yang sedari tadi aku tumpangi. Akhirnya kembali ke Pak Bahran. Karena hari sudah mulai gelap, saya memutuskan agar mengantarkan saya pulang ke tempat penginapan. Sesampainya di penginapan, saya memberikan sejumlah Rp.60.000,- kepada beliau sesuai dengan kesepakatan kami ketika di Pasir Panjang.
Penyu unyu

Tertawa kecil dalam hati. Pengalaman yang tak terlupakan, karena sebelumnya menjadi Mba Guru dan kemudian sepanjang hari berwisata dengan orang yang tidak dikenal dan hanya seorang diri. Untungnya saya sampai dengan selamat karena bersama orang baik-baik. Karena saya yakin, selama tujuan mu itu baik, orang-orang baik-lah yang mengantarkanmu ke tujuanmu itu. Mulai dari terminal-pasar-istana-rumah adat-pantai-tanjung keluang-kembali lagi ke terminal. Seharian mengelilingi Pangkalan Bun. Selanjutnya saya harus beristirhat, karena besoknya harus mengudara. Kembali lagi ke Tanah Jawa. Tidak lupa selalu mengucapkan rasa syukur dan terimakasihku kepada Tuhan.
Salam..


Travelling alone doesn't mean lonely, because you'll meet million people ou'there - (Anonim)