WELCOME TO THE JUNGLE
Dari
atas sini, terlihat speed boat yang
melaju di tengah-tengah sungai di antara hutan belantara yang disebut sebagai
amazonnya Indonesia. Bentangan alam berupa hutan dan lekukan sungai yang
menyerupai ular raksasa yang membelit hampir di sepanjang pulau tersebut
memberikan pesona tersendiri bagi penikmatnya. Kawasan pemukiman yang kecil
membuatnya seakan-akan dibentengi oleh hutan dan ular-ular raksasa tersebut.
speed boat dan hutan tropis |
Monumen Palagan Sambi, Bukti Penerjunan Pertama Pasukan AURI
Perjalanan
saya dari Bandara Soekarno-Hatta memakan waktu 1jam 15mnt untuk sampai ke
Bandar Udara Iskandar di Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Pangkalan Bun
merupakan Ibukota dari Kabupaten Kotawaringin Barat. Liburan kali ini mencoba
menjelajah ke luar Pulau Jawa, walaupun sebenarnya masih banyak dan beragam
tempat wisata yang ada di pulau tersebut. Setibanya di Bandar Udara Iskandar,
perbedaan drastis saya temui dari kegiatan-kegiatan di tempat ini yang sangat
berbeda dengan tempat yang saya tinggalkan tadi. Jalan raya yang sepi dan cukup
lebar menuju rumah saudara yang saya tuju membuat perjalanan hanya memakan
waktu 10menit dengan jarak tempuh sekitar 3km.
Bandar Udara Iskandar, Pangkalan Bun |
Pangkalan Bun selain
terkenal dengan tanaman sawit yang mengelilinginya, kota tersebut terkenal
dengan beberapa tempat bersejarah. Monumen Palagan Sambi salah satunya. Pangkalan
Bun merupakan tempat penerjunan pertama Pasukan
Angkatan Udara Indonesia (AURI). Penerjunan tersebut dilakukan pada masa
revolusi Indonesia melawan Belanda yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 1947 di
Desa Sambi Kecamatan Arut Utara. Untuk mengabadikan momen tersebut maka
dibuatlah tugu dengan pesawat terbang C4 Dakota RI-002 yang ditopang oleh tiang
penyangga beton di lapangan seluas 120m, tugu terseut diresmikan pada 18
Desember 1998. Sementara itu, dibelakang tugu tersebut pula diukir nama-nama
pejuang yang melakukan penerjunan pada waktu itu. Selain memuat tugu, setiap
tanggal 17 Oktober diperingati sebagai hari KOPASSANDA dimana Pasukan Payung
diterjunkan di lapangan tersebut. Namun karena diburu waktu, saya tidak sempat
menungjungi tempat tersebut.
Bersama paman
dan sepupu, kami berangkat menuju Pasar Baru. Di pasar, saya sibuk untuk
mencari perhiasan gelang, kalung atau accesoris lainnya yang merupakan khas
daerah ini biasanya terbuat dari batu, kayu dan jalinan manik-manik.
Batu Belaman, menjadi
tujuan kami selanjutnya. Waterboom yang sebagian kecil masih dalam tahap
pembangunan, kami datangi. Wahana air berupa perosotan, air mancur, kolam
renang, ember besar yang menumpahkan air, dll. menjadi tempat hiburan kami.
Pangkalan Bun hingga
Kabupaten Lamandau
Setelah dua
hari berada di Kota Pangkalan Bun, kami berangkat menuju Kabupaten Lamandau
yang berada sekitar 95km dari terminal Pangkalan Bun. Tarif Rp. 50.000,- menggunakan
bus tipe lama berukuran 3/4 dengan lama perjalanan 3jam akhirnya saya beserta
paman serta anak-istrinya sampai di tempat tujuan yaitu kawasan hutan sawit
yang dikelola oleh perusahaan swasta. Jalan perusahaan sangat berbeda dengan
jalan negara, jalan perusahaan masihlah berupa jalanan yang ditimbun dengan
tanah merah dengan gundukan tanah disana-sini, lubang menganga di sepanjang
jalan, pasir, kerikil bahkan batu sekepalan tangan banyak berserakan di jalan,
debu yang mengganggu penglihatan dan pernafasan dan menjadi jalur yang sangat
berbahaya apabila ditempuh dalam keadaan hujan. Karena kondisi yang demikian,
maka sudah pasti ban kendaraan bermotor siap diganti lebih sering daripada
dengan kendaraan bermotor yang sering dipakai dijalan beraspal saja.
Kalimantan, daratan tua dengan Gunung Api Purba
Sebelumnya dalam
perjalanan, saya melihat bukit-bukit dengan batu-batu besar yang terlihat
seperti batuan beku di atas bukit tersebut. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa
di Kalimantan dulunya ada gunung api, tetapi telah berumur tersier (2juta tahun
yang lalu bahkan lebih), maka itu cukup menjelaskan keberadaan batu-batuan besar
tersebut.
bukit dan batu-batu besar |
Gunung api
berumur tersier, maka dapat dikatakan bahwa daratan Kalimantan termsuk daratan yang
tua. Di Kalimantan Barat, batuan gunung api mulai dari umur Trias sampai dengan
Plio-Plistosen. Batuan gunung api dari umur Trias sampai dengan Paleogen secara
bentang alam sudah tidak memberikan kenampakan adanya bentuk kerucut gunung api
purba. Hal itu dikarenakan adanya deformasi tektonik dan erosi yang sangat
lanjut. (Buku Geologi Gunung Api Purba : 139)
Gunung api
yang telah berumur tersier tersebut sudah lama tidak aktif, sehingga disebut
dengan gunung api purba. Fenomena tersebut menjelaskan pula mengapa daratan
Kalimantan aman dari gangguan aktivitas magma yang menghantui hampir seluruh
wilayah Indonesia.
Kabupaten Lamandau
Tiba di tempat
tujuan, seakan turut menyambut kedatangan saya, nyamuk berpesta pora dengan
memberikan salam yang menyakitkan dan membuat kulit gatal. Begitu tiba, saya
langsung bergegas dan banyak menghabiskan waktu bermain di luar. Menyusuri
setapak demi setapak perkampungan yang sepi, cara saya menikmati liburan ini.
Terlebih ketika pencarian batu kecubung dimulai, dengan berbekal alat penggali
tanah yang kecil menyerupai miniatur cangkul sepanjang 15cm, saya dan sepupu
saya mulai mencari-cari dimana keberadaan batu tersebut dan saya mendapat
beberapa batu-batu kecubung atau kristal kuarsa mulai dari yang bening,
berwarna putih susu hingga hampir menghitam seluruhnya.
Batu kuarsa
berasal dari batu pasir yang berubah karena suhu dan tekanan yang tinggi dan
terbentuk dalam kurun waktu yang lama. Batu kuarsa paling murni adalah batu
kuarsa yang jernih tidak berwarna, transparan dan kadang agak putih susu.
Pencarian batu ini sendiri sudah lama saya rencanakan, karena tanah gambut di
kalimantan yang asam sehingga menghasilkan batu kristal yang jelas berbeda dari
batu-batu di pulau lainnya di Indonesia. Daratan yang berumur tersier ini
menghasilkan batuan-batuan yang berumur lebih dari jutaan tahun, kini sedikit
dari batu-batu tersebut tersimpan dalam kantongku.
kristal kuarsa alias batu kecubung |
Rutinitas selain
bersepeda mengelilingi kampung tersebut, bermain badminton dengan sepupu di
halaman rumah, bermain voli dengan tetangga-tetangga, memupuki sawit, mengambil
jambu biji, mengumpulkan telur semut angrang yang disebut kroto untuk pakan
burung dan pada malamnya berburu bulan serta memainkan rasi bintang di kaki
langit adalah cara asyik menikmati liburan.
Seminggu Mengajar di Kabupaten Lamandau
Besok paginya,
rutinitas lain menghampiri saya. Ternyata tenaga pendidik masih sangat
dibutuhkan di Pulau Kalimantan ini. Ketika saya sedang mengantarkan sepupu untuk
belajar di TK yang tidak jauh dari tempat tinggal saya pada saat itu. Ketika
itu saya melihat keadaan Sekolah Taman Kanak-Kanak yang sangat berbeda dari TK
pada umumnya.
TK itu hanya
terdiri dari satu ruangan, namun diberi sekat berupa papan triplek untuk memisahkan kelas nol kecil dan nol besar. Untuk
standar TK yang notabene disebut sebagai Taman Bermain, TK ini masih sangat jauh
dari bagaimana gambaran dan kenyataan TK yang seperti biasanya.
palu dan plat besi sebagai bel di sekolah |
Palu dan plat
besi dikeluarkan oleh Ibu Guru dan kemudian menghasilkan bunyi yang cukup
dikenal anak-anak tersebut sebagai sinyal agar dimulainya pelajaran. Sedikit
terkejut juga, alat berat semacam itu digunakan sebagai media di sekolah. Orangtua
murid dengan sekenanya keluar masuk ruangan, ada anak yang kebetulan baru
pindahan selalu didampingi oleh ibunya, ada anak yang sibuk menikmati es panjang
di kedua tangannya, ada anak yang sibuk keluar masuk kelas, ada anak yang naik
turun dari kursi ke meja, dan sebagiannya masih bisa mengendalikan dirinya
sendiri untuk belajar sendiri.
Setelah
sekitar 10menit saya tidak melihat adanya kedatangan Guru TK Nol Kecil, selama
5menit saya melihat Guru TK Nol Besar sibuk bolak-balik masuk ruangan nol
kecil, kemudian kembali lagi ke nol besar. Sedikit tergerak melihat keadaan
tersebut, saya memutuskan untuk menawarkan bantuan kepada Ibu Guru yang sedang riweuh. Yang saya ingat dari jawaban
beliau tanpa pikir panjang adalah “Ya, ya, silahkan mbak!” dengan pikiran yang
terbagi-bagi.
batas kelas Nol besar dan Nol kecil |
Tidak sempat
melakukan perkenalan, hanya melanjutkan apa yang sedang ditugaskan beliau
kepada para murid. Saya ternyata belum siap untuk melakukan pengajaran di
ruangan itu, suara saya tidak cukup kuat untuk melampaui suara anak-anak di
kelas saya, suara anak-anak dari kelas sebelah dan suara Ibu Santi sendiri.
“Mba Guru, tadi bilangnya apa?”, sahut salah satu anak bernama Jamal yang
tadinya sedang ribut berdua dengan saudaranya Jamil. Terpaksa saya harus
mendatangi satu persatu murid dan agak sulit juga karena dalam satu bangku
panjang ada lima murid, yang sebagian masih bermain. Salah satu anak yang saya
datangi dan coba mengajarkan bagaimana bentuk angka 2, untuk memegang alat tulisnya
juga si anak keberatan “moh! (dalam
bahasa Jawa, yang artinya tidak mau!)” sahutnya dengan suara lantang dan meletakkan kembali alat tulisnya dan kembali
menghabiskan jelly beku di tangannya.
Kelas Nol Kecil |
Setengah jam
kemudian Ibu Santi menyuruh agar membubarkan kelas karena waktunya istirahat.
Di sela-sela istirahat, ketika bermain dengan anak-anak ternyata Ibu Winda
sudah datang setelah menyelesaikan urusannya dan sekarang siap untuk
membunyikan alat pemungkas tersebut. Ucapan termakasih dari beliau karena sudah
turut membantu pada jam pertama tadi, dan pada jam kedua saya juga masih bisa bekerjasama
dengan beliau.
Dalam
percakapan kepada kedua Guru, ternyata Ibu Winda masihlah seorang honorer sejak
7 tahun yang lalu telah mengabdi di sekolah ini dikarenakan hanya lulusan SMP.
“Ya, ngga apa-apa mba, kita dipake syukur, ya ngga di pake juga ngga
apa-apa,”sahut Ibu Winda ketika saya menanyakan bagaimana jika Guru yang
sarjana akan ditempatkan disini nantinya.
Begitu
seterusnya saya lakukan rutinitas sebagai Mba Guru kepada adik-adik saya yang
pintar dan cerdas. Ketika sebelumnya mereka belum tau cara minta maaf dan
memaafkan teman, ketika sebelumnya mereka belum diajarkan cara menarik untuk
diam yaitu melakukan tepuk diam, ketika sebelumnya mereka masih terlalu malu
untuk bercerita kedepan kelas, ketika sebelumnya mereka terlalu segan untuk
mengucapkan terimakasih. Terimakasih Tuhan, karena engkau menuntunku kesini.
Semoga mereka menjadi generasi bangsa yang berbakti kepada bangsa dan
negaranya.
Generasi bangsa dari Lamandau |
Bapak Tukang Parkir yang menjadi Tukang Ojek
Selama 7 hari
di Kabupaten Lamandau, saya harus kembali lagi ke Pangkalan Bun untuk
mempersiapkan kepulangan saya ke Jakarta. Sebelum saya berangkat besoknya, saya
memutuskan untuk melakukan perjalanan sendiri ke tempat-tempat wisata di
Pangkalan Bun. Walaupun sengatan matahari yang menjadi-jadi sepanjang
perjalanan saya, tak mengurungkan niat saya untuk menjelajah keeksotisan alam
pulau yang berada di garis terdekat dengan garis khatulistiwa. Walaupun
bentangan alamnya yang tidak beragam, yaitu dataran rendah hampir di sepanjang
pulau, pulau ini menawarkan wisata alam yang beda dengan pulau-pulau di
Indonesia pada umumnya yang mempunyai pesona akan kemegahan gunungnya. Di Kota
Pangkalan Bun itu sendiri terdapat wisata yang berbasis ilmu pengetahuan dan
sejarah.
Perjalanan
saya dapat dibilang cukup nekat. Setelah tiba di terminal Pangkalan Bun, saya
langsung masuk ke penginapan di sekitar terminal itu. Dengan membayar
Rp.70.000,- saya dapat tidur semalam di ruangan 2x3m yang mempunyai fasilitas
kasur dan kursi. Saya masuk sebentar dan meninggalkan koper saya di dalamnya.
Menggandeng tas kecil dengan keperluan seadanya, saya memutuskan untuk menikmati
Pangkalan Bun seorang diri. Dimulai dari naik angkot di terminal, saya kemudian
sampai di Pasar dengan membayar Rp.5.000,- padahal itu tidak terlalu jauh.
Kalau dibandingkan, lebih jauh Ledeng-Stasiun yang hanya membayar Rp.3.000,-
tapi itu di Bandung.
Setibanya di
pasar yang sama dengan sebelumnya saya pergi dengan paman dan sepupu, saya
langsung pergi ke belakang pasar, melihat seperti apa rupa Sungai Arut Selatan.
Setelahnya, saya pergi ke pangkalan ojek. Kepada bapak yang sedang mengenakan
seragam oranye terang itu, saya menanyakan dimana tukang ojeknya. Tidak
menjawab pertanyaan saya, malah memberi pertanyaan balik kepada saya, “Mau
kemana, dek?” sambil menanggalkan rompi oranye-nya yang bertuliskan Petugas Parkir.
Sedikit kaget,
tetapi saya menjawab saja, “Mau ke Pasir Panjang, Pak. Ke Rumah Betang,
berapa?”
“Ayo saja dek,
naik.” Balas si bapak sembari memberi helm yang baru saja dipinjam dari teman
disebelahnya kepada saya.
Langsung saja saya
naik. Di perjalanan baru kami mulai banyak bercerita. Saya yang awalnya hanya
ingin ke Pasir Panjang, jadi mempunyai daftar tujuan lainnya yaitu Istana
Kuning, Pantai Kubu dan Tanjung Keluang. Itu semua karena Bapak Arunsyah,
seorang penduduk Kalimantan Tengah keturunan Melayu. Sebelum mengantarkan ke
tujuan utama yaitu Pasir Panjang, beliau mengantarkan terlebih dahulu ke Istana
Kuning, agar tidak bolak-balik lagi karena letaknya yang paling dekat adalah
Istana Kuning. Langsung saja saya menyepakatinya.
Selamat Datang di Istana Kuning |
Istana Kuning dan Lilitan Kelapa pada Beringin hingga Penyu di Tanjung
Keluang
Sebelum masuk
ke Istana Kuning, kita terlebih dahulu menghubungi salah satu pemandu wisatanya
yang nama-namanya dicantumkan di satu kertas dan dipajang di gerbang masuk. Pak
Arun menawarkan agar menghubungi nama kedua yaitu Pak Bahransyah yang merupakan
sanak saudaranya. Sekitar 15menit menunggu di depan Istana Kuning dengan pagar
terkunci, Pak Bahran datang dengan tergesa-gesa.
“Maaf, dek.
Baru selesai mandi. Hehe.” Ucap Beliau.
Ucapan tidak
enak hati karena sedang mengganggu rutinitas beliau yang kemudian saya sampaikan.
Kemudian langsung saja beliau membuka pintu gerbang berupa pagar kayu yang
diikat dengan rantai tersebut.
Kotawaringin
merupakan nama yang disebutkan dalam Hikayat Banjar dan Kakawin
Negarakretagama, sering pula disebut Kuta-Ringin, yang dalam bahasa Jawa,
Ringin berarti Beringin.
Adalah Istana
Kuning yang berada di Kotawaringin Barat, yang merupakan tahta kerajaan melayu
sejak 300 tahun yang silam. Istana Kuning dengan pemimpin pertamanya adalah Pangeran
Dipati Anta-Kasuma sampai pemimpin terakhir saat ini adalah Pangeran Ratu
Alidin Sukma Alam. Kerajaan Kotaawringin Barat
merupakan pecahan Kesultanan Banjar pada masa Sultan Banjar IV Mustainbillah
yang diberikan kepada puteranya yang kedua yaitu Pangeran Dipati Anta-Kasuma,
sedangkan puteranya yang pertama melanjutkan kepemimpinan sang ayah di
Kesultanan Banjar.
Istana Indra
Sari Bukit Indra Kencana yang dikenal Istana Kuning terdiri dari beberapa
bangunan. Bangunan yang paling kiri apabila kita menghadap ke Istana Kuning
merupakan balai atau aula Istana. Dari aula istana langsung terhubung ke ruangan
utama kerajaan, tempat singgasana raja. Selain kursi singgasana raja, di
dalamnya terdapat lukisan raja-raja sejak dahulu selain itu, ada kereta
kencana, guci-guci antik, senjata perang berupa keris dan ada juga bazoka,
serta alat musik khas melayu. Dari pintu kanan, terhubung lagi ke ruangan yang
digunakan sebagai sholat berjamaah pada dulunya, dan di luar tampak halaman
samping serta kolam ikan dan juga dapur masaknya. Istana ini merupakan bangunan
yang masih baru, karena istana sebelumnya itu ternyata ludes dilahap api akibat
tingkah laku orang gila di tempat tersebut. Kebakaran tersebut hanya menyisakan
tiang bendera yang berumur 300 tahun
persis di depan istana.
Ternyata di
depan istana bukan hanya tiang tua yang berdiri. Tepat disebelahnya ada hal
unik lain yang sangat sayang untuk dilewatkan. Itu adalah pohon yang terdiri
dari dua jenis tanaman. Dijelaskan Pak Bahran bahwa itu adalah pohon kelapa dan
beringin yang telah menyatu. Biasanya apabila dalam suatu lahan ada dua bibit
tanaman yang berdekatan, maka salah satunya harus mati karena tidak kuat
bertahan karena adanya variasi genetik. Tetapi, itu tidak berlaku disini. Di
belakang jeruji besi kecil yang melindunginya itu, ibarat saudara kembar, pohon
tersebut berdiri angkuh. Sang nyiur masih melambaikan nyiurnya sebagai dahan
tertinggi dan sang akar gantung membelit erat batang kelapa seakan tak mau
dipisahkan.
Kelapa dan Beringin |
Lengkaplah
misteri dan keunikan di dalam Lancang Kuning ini. Kepedulian Pak Bahransyah sebagai
keturunan Melayu bersama rekan-rekannya yang lain sebagai pemandu wisata dan perawat
istana tanpa meminta balasan dari para wisatawan adalah hal yang sangat mulia.
Memupuk kecintaan terhadap warisan leluhur telah ditanamkannya sejak dini.
Dongeng kerajaan pun tetap dilestarikannya, dibagikannya kepada orang asing
yang tertarik melihat sisa Kerajaan Melayu di Tanah Dayak ini.
Perjalanan
harus kami lanjutkan lagi agar tidak kesorean untuk tiba di tempat selanjutnya.
Ucapan terimakasih dan pamit kepada Pak Bahran mengantarkan kepergian saya,
sementara sebagai saudara Pak Bahransyah dan Pak Arunsyah berpelukan kecil di
depan gerbang. Pak Arun sudah siap dengan Supra yang terlihat kecil dari
badannya yang terbilang besar, kami melanjutkan kembali perjalanan.
Kali ini ke
Rumah Betang. Rumah Suku Dayak, suku asli Kalimantan yang ada di Pasir Panjang.
Hanya sekitar 15menit dari istana, kami telah tiba di depan rumah adat itu.
Hanya ada satu rumah adat yang berdiri disitu, di tengah-tengah halaman luas. Gerbang
besinya tidak dikunci, langsung saja saya naik ke tangga menuju pintu Rumah
Betang. Pintunya dikunci, sehingga tidak dapat melihat bagaimana rupa di
dalamnya. Biasanya itu ada yang menjaganya dan memang ini terbuka untuk umum,
di dalamnya kita bisa melihat peralatan Suku Dayak Bajo. Tetapi karena
penjaganya tidak ada, hanya sebentar kami disitu. Selanjutnya bergegas ke
Pantai Kubu.
Rumah Betang |
Kita sampai di
Pantai Kubu pada pukul 13.14, setelah satu jam perjalanan dari Rumah Betang.
Patung-patung semen replika hewan-hewan laut berjajar dari gerbang masuk. Tidak
banyak orang yang mandi, hanya beberapa anak-anak muda mungkin karena sedang
pasang. Yang lainnya memilih duduk di pondokan-pondokan kecil , berkaraoke-ria
di suatu tempat makan, anak-anak sedang bermain pasir, semuanya sambil
menikmati angin segar.
Air lautnya
tidak biru atau jernih. Kuning keruh. Itulah warnanya. Dikatakan oleh penduduk karena
di tengah laut sana sudah lama ada penggalian bijih besi, sejak itulah
kesedihan menghampiri Sang Kubu. Tetapi itu tidak membuat pengunjung berkecil
hati, menikmati anginnya dan bermain di pantai mungkin sudah cukup. Atau
menyeberang sebentar untuk melihat penangkaran penyu!
Penyu. Menjadi
sasaran empuk saya kali ini. Dari pondok tadi, saya ijin sebentar ke Pak Arun,
berjalan untuk mencari perahu yang sedang bertengger yang mau mengantarkan saya
menyeberang menuju Tanjung Keluang. Seharusnya saya bayar Rp.15.000,- untuk
menyeberang bolak-balik Pantai Kubu-Tanjung Keluang. Tetapi karena saat itu
saya cuma sendiri, dan tidak ada orang lain yang ingin menyeberang terpaksa
saya menyetujui tarif dari beliau sebesar Rp.50.000,- .
Sekitar
20menit kemudian, melewati laut yang berombak dengan angin yang kencang, saya
tiba di tujuan. Ketika ingin berfoto di pinggir pantai. Seorang pemuda
menawarkan diri agar menjepret saya dengan kamera yang saya berikan. Setelah
bercakap-cakap baru saya tahu kalau dia adaalah seorang tourist guide dan saat ini dia sedang bertugas, hanya para turis
sedang bermain entah kemana. Dia pun menawarkan diri agar menjadi free guide, tentu saja saya langsung
setuju apalagi bisa menjadi tukang foto sekalian.
Selamat Datang di Tanjung Keluang! |
Melihat penyu,
melepaskan ke laut, menyusuri pantai, kini saya harus bergegas pulang. Kembali
saya ke perahu yang tadi hanya kali ini tidak sendiri, banyak penumpang lain
yang perahunya belum datang menjemput kini nebeng ke perahu yang sedari tadi
aku tumpangi. Akhirnya kembali ke Pak Bahran. Karena hari sudah mulai gelap,
saya memutuskan agar mengantarkan saya pulang ke tempat penginapan. Sesampainya
di penginapan, saya memberikan sejumlah Rp.60.000,- kepada beliau sesuai dengan
kesepakatan kami ketika di Pasir Panjang.
Penyu unyu |
Tertawa kecil
dalam hati. Pengalaman yang tak terlupakan, karena sebelumnya menjadi Mba Guru
dan kemudian sepanjang hari berwisata dengan orang yang tidak dikenal dan hanya
seorang diri. Untungnya saya sampai dengan selamat karena bersama orang
baik-baik. Karena saya yakin, selama tujuan mu itu baik, orang-orang baik-lah
yang mengantarkanmu ke tujuanmu itu. Mulai dari terminal-pasar-istana-rumah
adat-pantai-tanjung keluang-kembali lagi ke terminal. Seharian mengelilingi
Pangkalan Bun. Selanjutnya saya harus beristirhat, karena besoknya harus
mengudara. Kembali lagi ke Tanah Jawa. Tidak lupa selalu mengucapkan rasa
syukur dan terimakasihku kepada Tuhan.
![]() |
Salam.. |
Travelling
alone doesn't mean lonely, because you'll meet million people ou'there -
(Anonim)
0 komentar:
Posting Komentar